Kamis, 06 Juni 2013

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH


Tentu kita masih ingat dengan Gayus Tambunan, mafia pajak yang mempunyai rekening fantastis dari hasil kongkalikong dengan pengusaha hitam dalam memanipulasi pajak, atau Ahmad Fathanah yang sering memanjakan wanita-wanita cantik dengan uang haramnya. Tentu kita juga sering mendengar dan melihat berita kasus-kasus tawuran antar pelajar. Ini hanya beberapa contoh kasus dari ratusan bahkan mungkin ribuan kasus penyimpangan moral yang terjadi di negeri ini. Kalau mau disebutkan satu-persatu, satu postingan juga tidak selesai. Apakah bangsa ini sedang mengalami apa yang disebut degradasi moral ?

PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
Tawuran Pelajar

Banyak spekulasi dan teori berkembang dalam mengidentifikasi penyebab permasalahan itu. Ada yang menyatakan bahwa hal itu disebabkan karena globalisasi yang telah membawa kita pada "penuhanan" materi sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat. Ada yang menyalahkan gagalnya sistem pendidikan kita dalam membina karakter peserta didik, dan masih banyak lagi.
Saya tidak ingin membahas dan berspekulasi untuk mencari faktor penyebab maraknya kasus penyimpangan moral yang terjadi di negeri ini. Tetapi lebih ingin menegaskan pentingnya pendidikan karakter diterapkan sejak dini, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun pada pendidikan formal. Pada postingan ini hanya difokuskan pada penerapan pendidikan karakter dalam pendidikan formal khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Apa sebenarnya pendidikan karakter itu ? Pendidikan karakter adalah usaha yang disengaja untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, dengan keteladanan dan pengajaran karakter yang baik, untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Apabila melihat pengertian di atas, maka dalam pendidikan karakter memuat dimensi penanaman dan pengamalan.
Kemudian bagaimana penerapan pendidikan karakter pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah ? Kalau berbicara dalam konteks pembelajaran di kelas, maka saat ini, pendidikan karakter belum masuk dalam kurikulum yang berdiri sendiri. Pelajaran yang menjadi rumah utama bagi pendidikan karakter adalah PKn, agama, olahraga, atau bahasa Indonesia. Ada banyak tema Bahasa Indonesia yang memuat bacaan dengan tema karakter tertentu. Selain melalui mata pelajaran tersebut, pendidikan karakter juga harus diterapkan  di sela-sela pelajaran sehingga saat ini, pada silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)  harus mencantumkan karakter yang diharapkan pada setiap materi dan pokok bahasan di semua mata pelajaran. Perlu analisis yang mendalam terhadap suatu konsep materi untuk menentukan karakter yang harus ditanamkan. Selain itu, perlu kecerdikan dan kreativitas guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter tersebut pada proses pembelajaran.
Penerapan dalam pembelajaran hanya sebagian kecil dari strategi penerapan pendidikan karakter pada pendidikan dasar dan menengah. Bagaimanakah strategi penerapan pendidikan karakter dalam semua kegiatan di sekolah ? Penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian. Strategi yang dapat dilakukan adalah (1) pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari, dan (2) pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan.
Pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari dapat dilakukan melalui cara berikut.
1.    Keteladanan/contoh
Kegiatan pemberian contoh/teladan ini bisa dilakukan oleh kepala sekolah, guru, atau staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan model bagi peserta didik.
2.    Kegiatan spontan
Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding.
3.    Teguran
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
4.    Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Contoh: penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan tata tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap peserta didik mudah membacanya.
5.    Kegiatan rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar.
Pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan dilaksanakan setelah terlebih dahulu guru membuat perencanaan atas nilai-nilai yang akan diintegrasikan dalam kegiatan tertentu. Hal ini dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsip-prinsip moral yang diperlukan. Misalnya, guru ingin menanamkan rasa kebersamaan, gotong royong, dapat dilakukan dengan mengadakan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekolah.
Apabila semua strategi di atas sudah dijalankan, bagaimana menilai keberhasilan pendidikan karakter ? Untuk itu, sekolah harus mempunyai program yang nyata misalnya kantin kejujuran, agar anak mempunyai kesempatan untuk mempraktikkan nilai kejujuran. Atau dengan membuat indeks penilaian kebersihan, misalnya  dengan menghitung sampah yang tidak dibuang di tempat sampah, dan lain sebagainya.
Penerapan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap kegiatan sekolah, diharapkan mampu membentuk karakter anak dan secara lebih luas dapat membentuk karakter bangsa, sehingga tidak ada lagi kasus-kasus seperti Gayus Tambunan, Ahmad Fathanah dan lain-lain.

Berbagi Informasi
Berbagi Informasi Updated at: Kamis, Juni 06, 2013

4 komentar:

  1. Seharusnya begitu, jadi nilai-nilai yang ditanamkan lebih efektif diserap siswa dan diimplementasikan dalam perilaku nyata

    BalasHapus
  2. Mungkin karena sistem pendidikan yang lebih berorientasi pada kognitif (sudah bertahun-tahun) sehingga menganggap pendidikan karakter kurang penting.

    BalasHapus

Terima Kasih Atas Kunjungannya
Harap berkomentar yang santun
dan tidak ada unsur SARA dan pornografi
Maaf, komentar dengan link aktif akan dihapus