"Jangan
lihat siapa yang mengatakan, tapi lihatlah apa yang dikatakan".
Ungkapan itu sangat tepat untuk menggambarkan pengalaman yang akan saya
ceritakan. Pengalaman yang dapat ditarik suatu pelajaran yang berharga mengenai
keikhlasan beramal dari tetanggaku Giman. Giman adalah tetanggaku satu RT, dia
hanya lulusan SD dan kerjanya mencari
pasir di sungai kecil di sebelah desa, atau kerjaan apa saja yang diperintahkan
kepadanya oleh yang membutuhkan. Kehidupannya pas-pasan dan bahkan dapat
dikatakan kekurangan. Walaupun demikian, sepanjang interaksiku dengannya, tidak
pernah sekalipun dia terlihat murung menyesali nasibnya.
Giman |
Pengalaman
ini dimulai ketika di RT-ku diadakan kerja bakti untuk memperkeras jalan
kampung di tengah-tengah pemukiman dengan rabat beton. Kami bergotong
royong, tanpa membedakan tua-muda,
kaya-miskin, saling bahu membahu untuk membuat pondasi tepi jalan dengan batu
kali dan meratakan permukaan tanah yang akan diperkeras dengan rabat beton.
Saat itu, bahan yang tersedia hanya 3 truk batu kali yang merupakan sumbangan
donatur dari 3 warga.
Salah
satu warga berinisiatif untuk mengambil
batu putih di kecamatan sebelah yang dapat diambil secara gratis. Ketika mobil pick up yang membawa batu putih
tersebut kembali, tiba-tiba Giman berbicara kepada pemilik mobil " iki mumpung ana mobile, mengko sisan jikuk
pasir sing wis tak kumpulke neng kali, gawa "celeng" ben gampang, nek
sak colt isih luwih, jikuken kabeh" (ini mumpung ada mobil, nanti
sekalian ambil pasir yang sudah saya kumpulkan di sungai, bawa
"celeng" (alat untuk mengangkut beban dengan 2 roda kecil di depan
dengan disurung). Pasirnya kalau 1 colt masih lebih, ambil semua).
Mendengar
perkataan Giman tersebut, salah seorang warga bertanya "dikon ngepek apa dikon tuku Man ?" (dikasihkan
apa disuruh beli Man ?). Gimanpun menjawab "peken dinggo nambahi gawe dalan, rasah tuku, ikhlas aku".
(ambil saja buat menambah bahan membuat jalan, tidak usah beli, saya ikhlas).
Salah seorang warga menimpali sambil bercanda "kok nggleleng kowe Man, apa kowe ora rugi ? apa kowe wis ra butuh
duit ?" (Kok gaya kamu Man, apa kamu tidak rugi ? apa kamu sudah tidak
butuh duit). Gimanpun menjawab "nek diomong butuh ya butuh, tapi
dinggo ngamal, mengko khan ana balesane sing luwih gede". (kalau
dibilang butuh ya butuh, tapi dipakai amal, nanti khan ada balasannya yang
lebih besar).
Saya
yang kebetulan mendengar itu semua hanya dapat geleng-geleng sambil mengelus
dada. Banyak warga di RT-ku yang tergolong kaya, tapi kesadarannya untuk beramal
masih kurang. Mereka seringkali terkesan keberatan kalau dimintai sumbangan
walaupun dipergunakan untuk kepentingan umum. Sementara Giman yang hidupnya
serba kekurangan, masih mau beramal untuk kepentingan umum, dengan jumlah yang
terhitung besar untuk ukurannya.
Saya
bukan orang yang ahli agama, tetapi ada suatu keyakinan dalam diri bahwa kita
tidak akan miskin walaupun sering beramal dan bersedekah, karena Alloh swt,
akan membalas dengan berlipat ganda. Dalam
Surat Al-An’am ayat 160 Alloh swt berfirman :
من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها
“Barang siapa mengerjakan kebaikan, maka baginya sepuluh
(pahala)
sepuluh kali lipat amalnya”
Keikhlasan
Giman yang saya deskripsikan di atas, diharapkan dapat memberikan pelajaran
kepada saya khususnya dan kita semua, untuk tidak ragu-ragu dalam beramal dan
bersedekah. Mumpung kita masih hidup di dunia, dan bahwa masih ada kehidupan
setelah kehidupan di dunia yang harus kita persiapkan dengan memperbanyak amal
di dunia.
Beramal adalah perbuatan yang mulia apapun itu bentuknya,,,makasih sudah berbagi info sobat dan makasih juga sudah berkunjung
BalasHapusBetul mas, dan dibutuhkan keikhlasan untuk melakukannya ...
Hapusmemang giman sangat menginspiratif sekali.
BalasHapusKeikhlasan beramal walaupun dalam kondisi kekurangan.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus