Minggu, 09 Juni 2013

SEKATEN : TRADISI YANG SARAT MAKNA


Sekaten sebagai sebuah tradisi mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi sosial, dimensi religius dan dimensi budaya. Dimensi sosial, karena sekaten sebagai suatu sarana bagi warga Yogyakarta untuk saling berinteraksi. Ini diwujudkan dengan adanya pasar malam sebelum sampai selesainya waktu tradisi sekaten. Dimensi religius karena tradisi sekaten merupakan sebuah tradisi untuk memperingati maulud Nabi Muhammad saw dan juga dilakukan pembacaan riwayat Nabi Muhammad saw. Dimensi religius juga terlihat dari gending-gending khusus yang dibunyikan dalam tradisi Sekaten yang merupakan gending pujian kehadlirat Allah SWT dan Shalawat Nabi, serta ajakan untuk menjalankan Syariat Islam secara khusuk.

Dimensi budaya karena tradisi sekaten sarat dengan makna filosofis nilai-nilai kehidupan yang disiratkan melalui simbol-simbol budaya dalam tradisi sekaten, diantaranya :
1.    Kinang
Merupakan daun sirih yang dilengkapi dengan injet atau kapur masak dan gambir. Banyak dimakan ketika gamelan sekaten pertama kali dibunyikan. Gambir dan tembakau rasanya pahit, sedangkan injet hambar tetapi menimbulkan rasa dingin. Daun sirih merupakan bagian dari sad rasa (enam rasa) yaitu manis, asin, asam, pedas, pahit, dan sepet atau asam. Ini bisa diibaratkan orang hidup, bahwa kehidupan ini beraneka rasa yang menjadi penyeimbang satu dengan yang lainnya. Seperti halnya sesuatu yang pahit meski tidak enak tetapi Belem tentu merugikan karena bisa dijadikan obat.
2.    Bunga kanthil
Bunga kanthil disematkan di telinga Sultan pada saat mendengarkan gamelan sekaten dibunyikan pertama kali. Bunga kanthil yang harum ini mencerminkan ajining diri atau jati diri seseorang.
3.    Sega gurih dan Endhog abang
Sega gurih dan endhog abang banyak dijual pedagang dan dimakan masyarakat pada saat miyos gangsa atau dikeluarkannya gamelan sekaten ke Bangsal Ponconiti. Sego gurih (nasi uduk) merupakan lambang dari keberkatan dan kemakmuran. Tuhan telah menyediakan sumber daya alam yang melimpah dan tinggal bagaimana manusia mengelola dan memanfaatkannya untuk kemakmuran umat, bukan malah sebaliknya menghancurkannya. Nasi uduk ini dimasak dengan berbagai macam bumbu sehingga rasanya enak meskipun tanpa lauk pauk. Hal ini dimaksudkan bahwa agar masyarakat dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, lebih enak, tentram, tenang, damai, dan tidak kurang suatu apapun.
Endhog abang (telur merah) diibaratkan bibit dari semua makhluk hidup, dan warna merah dipilih karena selain melambangkan keberanian atau optimisme hidup. Ini merupakan simbol bahwa masyarakat bisa lebih optimis dalam menghadapi hidup ini yang terkadang penuh dengan ketidakpastian. Telur ini biasanya ditusuk dengan bambu dan di atasnya diberi hiasan. Tusuk bambu itu diibaratkan dengan keberadaan Tuhan, semua makhluk adalah ciptaan Tuhan maka bibit yang telah diciptakan itu setelah menjadi bayi lalu berkembang agar selalu menghormat dan menyembah Tuhan
4.    Gunungan
Gunungan itu merupakan sedekah raja kepada rakyatnya.
5.    Grebeg
Grebeg merupakan puncak perayaan sekaten ini merupakan ungkapan syukur Ngarsa Dalem untuk rakyatnya. Grebek yang terdiri dari beberapa gunungan berisi makanan dan sayuran diberikan dengan rayahan atau berebut. Hal ini melambangkan bahwa setiap rakyat yang ingin mendapat hajat Dalem berebut karena di dalam hidup ini untuk mendapatkan sesuatu harus dengan usaha.
Begitu dalam makna yang terkandung dalam tradisi Sekaten yang dapat diterapkan manusia dalam kehidupan, sehingga diharapkan tradisi ini dapat dilestarikan sebagai salah satu budaya bangsa.

Berbagi Informasi
Berbagi Informasi Updated at: Minggu, Juni 09, 2013

6 komentar:

  1. Melestarikan kebudayaan daerah mas .. :D

    BalasHapus
  2. Mantap bang... klo nggak kita2 yang melestarikan siapa lagi coba hehehe.... kacain ma anak cucu klo nggak mengenal sekaten hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mas, sekarang sudah jarang generasi muda yang mengerti makna dari sebuah budaya. Padahal menurut saya itu lebih penting dari ritualnya.

      Hapus
  3. Sekaten menurut riwayatnya diambil dari kata Syahadatain, sebagai Rukun Islam pertama. filosofinya bagus banget. saya seumur-umur baru sekali aja liat sekaten, itu pun jaman saya masih kecil dahulu.

    BalasHapus

Terima Kasih Atas Kunjungannya
Harap berkomentar yang santun
dan tidak ada unsur SARA dan pornografi
Maaf, komentar dengan link aktif akan dihapus