Setiap
orang pasti menghendaki dapat hidup bahagia. Mudah untuk diucapkan, tetapi
sulit untuk mewujudkannya. Secara normatif, kebahagiaan itu merupakan suatu
bentuk emosi atau perasaan yang positif, tenang, nyaman, puas dan sebagainya. Definisi
ini masih samar-samar dan multitafsir, sehingga kemudian banyak orang yang
mendefinisikannya secara lebih operasional.
Banyak
orang secara subyektif mendefinisikan bahagia secara lebih operasional.
Misalnya, bahagia itu apabila memilih rumah dan mobil mewah dan istri yang
cantik dan penurut, bahagia itu apabila dihormati dan mempunyai banyak teman,
bahagia itu apabila dipermudah segala urusan, dan sebagainya. Orang
mendefinisikan bahagia berdasarkan pencapaian kebutuhan. Hal ini menyebabkan
kebahagiaan yang diperoleh merupakan kebahagiaan yang semu, karena pada
dasarnya kebutuhan manusia akan selalu berubah dari waktu ke waktu.
Penjelasan
kebahagiaan banyak terdapat dalam komik cerita silat yang ditulis oleh Kho Ping
Hoo. Komik yang berseting di Tiongkok kuno ini, juga banyak berisi filsafat
mengenai kehidupan, salah satunya mengenai kebahagiaan. Menurutnya, kebahagian
akan didapatkan apabila seseorang tidak membutuhkan apa-apa, bahkan kebahagiaan
itu sendiri. Keinginan seseorang akan timbul apabila seseorang memikirkan
sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan lewat panca indera. Keinginan
yang disertai untuk memuaskan keinginan tersebut akan menimbulkan suatu
kebutuhan. Suatu pencapaian kebutuhan, akan menciptakan kebutuhan dalam level
yang lebih tinggi, demikian seterusnya. Orang yang selalu mengejar kebutuhan
yang sebenarnya diciptakannya sendiri, tidak akan dapat merasakan kebahagiaan.
Apabila
dicermati filsafat di atas, maka kebahagiaan seseorang ditentukan oleh
pikirannya. Untuk mencapai kebahagiaan, orang harus bisa membebaskan pikiran
dari hal-hal menyenangkan yang nantinya membuat seseorang berkeinginan untuk
mencapainya sebagai sebuah kebutuhan. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa
membebaskan pikiran dari kesenangan dan kebutuhan hidup? apakah mungkin kita
menghilangkan pikiran dari hal-hal yang sifatnya duniawi?. Pada cerita silat
yang ditulis Kho Ping Hoo tidak ditulis bagaimana caranya hal tersebut dapat
dilakukan.
Pengendalian
pikiran terhadap kesenangan dunia yang menjadi kebutuhan setiap manusia, dalam Islam
dikendalikan dengan bersyukur. Islam membolehkan umatnya untuk mencari
kebutuhan duniawinya, seperti disebutkan dalam Al Qur'an:
Artinya: Apabila
telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumil dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS. Al-Jumuah
ayat 10).
Namun
di sisi yang lain, Islam juga mewajibkan umatnya untuk senantiasa bersyukur. Perintah
untuk bersyukur sangat jelas, bahkan disebutkan sebanyak 75 kali dalam Al
Qur'an. Pada Surat Ibrahim ayat 7 Allah berfirman:
Artinya: Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS.
Ibrahim ayat 7).
Ayat
di atas menyiratkan bahwa apabila kita dapat bersyukur atas nikmat-Nya, maka
akan ditambahkan nikmat, yang bisa berupa harta benda, atau kebutuhan-kebutuhan
lain, dan bisa juga berupa ketenangan batin dan kebahagiaan.
Berdasarkan
hal tersebut, maka bahagia menurut Islam adalah kondisi emosi atau perasaan
yang positif, stabil, tenang, nyaman, puas dan sebagainya, yang diperoleh
karena manusia senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diterimanya. Namun,
bukan suatu hal yang mudah agar kita bisa senantiasa bersyukur. Pada diri
manusia terdapat 3 buah kekuatan yang mempengaruhi perilaku. Apabila dianalogikan
dengan anatomi tubuh manusia, maka kekuatan tersebut adalah pikiran yang berada
di kepala, hati atau kalbu yang terletak di dada, dan nafsu diwakili (maaf) oleh
alat kelamin.
Pikiran
berada paling atas yang akan bereaksi ketika tubuh melakukan penginderaan
terhadap sesuatu. Apa yang dipikirkan kemudian akan ditimbang di hati atau yang
terletak di tengah. Apabila hati atau kalbu dipenuhi iman, maka akan menimbang
secara baik sehingga hanya pikiran-pikiran yang positif yang diimplementasikan
dalam perilaku. Adapun apabila hati atau kalbu kotor, maka pikiran-pikiran
kotor dam hawa nafsu akan diimplementasikan pada bagian bawah. Sungguh tidak
bisa dibayangkan apabila anatomi tubuh manusia dibalik, sehingga alat pemuas
nafsu terletak di kepala hati atau kalbu berada di bawah (silahkan bayangkan
sendiri). Seseorang yang mempunyai hati atau kalbu yang bersih dan mampu
menimbang secara tepat mana yang baik dan salah, akan menjadi insan yang pandai
bersyukur, serta akan dicukupkan kebutuhan dan memperoleh kebahagiaan, seperti
janji Allah.
Apabila
disintesiskan lagi dari uraian di atas, maka bahagia adalah kondisi emosi atau
perasaan yang positif, stabil, tenang, nyaman, puas dan sebagainya, yang
diperoleh dari hati atau kalbu yang bersih karena iman, sehingga dapat senantiasa
bersyukur atas segala nikmat yang diterimanya. Semoga kita bisa mencapai hal
ini.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus