Burka
& Yuen (2008) menyatakan bahwa procrastination
comes from the joining of two Latin words:
pro, meaning “forward,” and crastinus , which means “belong-ing to
tomorrow. Prokrastinasi berasal dari gabungan dua kata Latin: pro, berarti "maju," dan crastinus, yang berarti "milik
besok. McCloskey & Scielzo (2015) menyatakan bahwa academic procrastination refers
to the tendency
to needlessly put
off or delay
school-related activities and
behaviors. Prokrastinasi akademik mengacu pada kecenderungan untuk
menyia-nyiakan atau menunda kegiatan dan perilaku yang berkaitan dengan
sekolah.
Ferrari
& Olivette (1994) menyatakan bahwa terdapat dua jenis prokrastinasi, yaitu:
a. Indecisiveness or decisional
procrastination
A
cognitive antecedent of performance delay, decisional procrastination is said
to be a coping pattern used to deal with decision-making situation perceived as
stressful. Decisional procrastination has been related to diffuse-identity,
forgetfulness, and cognitive processing failure, but not associated with a lack
of intelligence.
b. Avoidant procrastination
A
tencency to delay task performance as a way to avoid aversive task, performance
failure, or threats to self-esteem. Avoidant procrastination has beed related
to self-presentation styles, a desire to distance oneself from challenging
task, and dysfunctional impulsiveness at the last moment of task performance.
Terdapat
dua jenis prokrastinasi, yaitu :
a. Penundaan putusan (decision
procrastination)
Sebuah kognitif yang
mempengaruhi keterlambatan kinerja, penundaan putusan (decision procrastination) dikatakan sebagai pola koping yang
digunakan untuk menangani situasi pengambilan keputusan yang dirasakan penuh
stres. Penundaan putusan telah terkait dengan diffussion-identity, pelupa, dan kegagalan proses kognitif, tetapi
tidak terkait dengan kurangnya kecerdasan.
b. Penundaan
penghindar (avoidant procrastination)
Kecenderungan untuk menunda kinerja tugas
sebagai cara untuk menghindari tugas tidak menyenangkan, kegagalan kinerja,
atau ancaman terhadap harga diri. Avoidant
procrastination berhubungan dengan gaya presentasi diri, keinginan untuk
menjauhkan diri dari tugas yang menantang, dan disfungsional impulsif pada saat
terakhir dari kinerja tugas.
Burka
& Yuen (2008) menyatakan bahwa the
three characteristics that bear the strongest statistical relationship to
procrastination are:
a. the “intention-action gap,” which
refers to a failure to act upon one’s intentions (even though procrastinators
plan to work as hard as anyone else, or harder);
b. low “conscientiousness,” which refers
to not doing one’s duty, having difficulty with purposeful planning and
perseverance, and experiencing low motivation for achievement unless work is
intrinsically engaging; and
c. poor self-discipline, referring to a
lack of self-control in planning and organization.
Terdapat
tiga karakteristik yang berhubungan paling kuat secara statistik terhadap
prokrastinasi, yaitu:
a. "celah
niat-tindakan," yang mengacu pada kegagalan untuk bertindak atas niat
seseorang (meskipun penunda berencana untuk bekerja keras seperti orang lain,
atau lebih keras);
b. "kesadaran"
rendah, yang mengacu pada tidak melakukan kewajiban, mengalami kesulitan dengan
perencanaan tujuan dan ketekunan, dan motivasi yang rendah untuk berprestasi
kecuali pekerjaan yang secara intrinsik menarik; dan
c. disiplin
diri yang rendah, mengacu pada kurangnya kontrol diri dalam perencanaan dan
organisasi.
Referensi:
Burka, J. B., & Yuen, L. M. (2008). Procrastination: Why You Do It, What to Do
About It Now. Boston: Da Capo Press.
Ferrari, J. R., & Olivette, M. J. (1994).
Parental Authority and the Development of Female Dysfunctional Procrastination.
Journal of Research in Personality.
Vol. 28, 1994, pp: 87-100.
McCloskey, J., & Scielzo, S. (2015). Finally!: The Development and Validation
of the Academic Procrastination Scale.
dalam http://www.researchgate.
net/publication/273259879
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus