Pada postingan terdahulu telah dibahas
penerapan pendidikan karakter pada pendidikan dasar dan menengah. Namun
demikian pendidikan karakter tidak bisa hanya dilakukan dalam lingkungan
sekolah, tetapi juga harus dilakukan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Suasana kehidupan di sekolah dan di rumah mempengaruhi perkembangan kepribadian
anak, karena hal itu merupakan wahana penyemaian nilai-nilai yang akan
dijadikan acuan oleh anak dalam setiap tindakannya.
Oleh karenanya perlu dibangun kemitraan sekolah dan keluarga dalam
pendidikan karakter. Hal ini untuk menghindari terjadinya kontradiksi atau
ketidakselarasan antara nilai-nilai yang harus dipegang teguh oleh anak-anak di
sekolah dan yang harus mereka ikuti di
lingkungan keluarga atau masyarakat. Apabila terjadi konflik nilai, anak-anak
mungkin akan merasa bingung sehingga tidak memiliki pegangan nilai yang menjadi
acuan dalam berperilaku, dan dikhawatirkan tidak mampu mengontrol diri dalam
menghadapi pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan sekitar mereka.
Masih dengan gaya berpikir
andalan, "otak atik gatuk",
menurut saya ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam membentuk jaringan kemitraan
sekolah dan keluarga dalam pendidikan karakter, yaitu :
1. Mengubah cara pandang orang tua mengenai lembaga pendidikan. Ada
sebagian orang tua yang berpandangan bahwa sekolah adalah satu-satunya lembaga
yang mampu mencetak pribadi berkarakter, sehingga terkesan menyerahkan tanggung
jawab penanaman nilai-nilai karakter kepada sekolah. Cara pandang tersebut
harus dirubah, karena keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
utama. Selain itu, sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah. Nilai-nilai
karakter yang ditanamkan di sekolah tidak akan mampu secara efektif merubah
perilaku dan karakter anak, apabila tidak didukung dengan penanaman nilai-nilai
yang sama dalam keluarga.
2. Mensosialisasikan konsep
pendidikan karakter dalam lingkungan keluarga. Orang tua penting untuk memahami bahwa pendidikan karakter
tidak bisa hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga harus dilakukan juga dalam
kehidupan di keluarga. Secara praktis, pendidikan karakter dapat dipahami
melalui tiga proses, yaitu "knowing
the good, loving the good, dan acting the good". Orang tua harus
melakukan sosialisasi nilai-nilai karakter, menjadikan anak mencintai nilai-nilai
tersebut, serta membiasakan anak melakukan nilai-nilai tersebut. Beberapa
strategi dapat dilakukan orang untuk melakukannya, seperti menciptakan iklim
dialogis dalam keluarga, keteladanan, pembiasaan, dan dalam segala aktivitas
kehidupan dalam lingkungan keluarga. Orang tua dapat mengadopsi strategi yang
diterapkan di sekolah untuk coba diterapkan di rumah.
3. Mendiskusikan nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan pada
anak. Nilai-nilai karakter yang hendak dikembangkan
di sekolah, yang juga diprogramkan untuk dikembangkan di lingkungan keluarga
hendaknya merupakan hasil diskusi pihak sekolah dan perwakilan orang tua, dan
selanjutnya disosialiasikan kepada seluruh orang tua siswa. Penentuan
nilai-nilai karakter yang dikembangkan tersebut hendaknya dapat disesuaikan
dengan kondisi siswa dan juga pengaruh negatif lingkungan yang dapat
mempengaruhi siswa. Keselarasan dalam
pengembangan nilai-nilai karakter, diharapkan mampu meningkatkan efektivitas
penanaman nilai karakter dalam lingkungan sekolah dan keluarga.
Pada khayalan tingkat tinggi, saya berharap pendekatan pendidikan
karakter secara komprehensif dengan melibatkan sekolah dan keluarga, apalagi
ditambah dengan lingkungan, maka akhlak mulia dapat terukir menjadi "habit of the mind" atau kebiasaan
berpikir, dan menjadi dasar dalam setiap tindakannya. Apabila anak dihadapkan
pada situasi yang memberikan kesempatan untuk berbuat curang yang akan
menguntungkannya, maka anak akan berpikir bahwa hal itu bertentangan dengan
nilai-nilai karakter yang positif, sehingga tetap memilih untuk berbuat jujur
apapun konsekuensinya.
saya rasa kok sulit ya mas untuk mewujudkannya, soalnya keluarga kan punya kesibukan sendiri untuk mencari nafkah misalnya, belum lagi ada yang car e ada yang tidak, tapi betul kok institusi keluarga itu sosialisasi primer bagi perkembangan karak ter anak
BalasHapusada tantangan pasti.
Hapusharus di lewati dong mas
HapusItu tantangan utamanya mas Agus. Pendekatan sekolah terhadap orang tua yang intensif diharapkan merubah cara pandang orang tua. Bagi yang sibuk, kuncinya bagaimana berbagi peran antara ibu dan bapak, dan strategi penanaman nilai yang dilakukan. Semuanya memang harus dimnulai dari itikad yang baik .. he he he
BalasHapusbener banget Mas. juara banget
Hapusjuara dan top banget, kalau semua wali murid seperti yang diimpikan mas isnaeni, pasti deh indonesia tidak akan krisis moral
Hapusmudah-mudahan mas Agus Setya ..
HapusKadang2 saya gregetan sama pemerintah je mas. setelah dinilai ada degradasi moral, baru kemudian diterapkan pendidikan karakter. Sebelum itu, bahkan pendidikan budi pekerti, PMP, PSPB, dan juga penataan P4 untuk level universitas dihilangkan untuk mengejar aspek kognitif yang dinilai ketinggalan dari negara lain. Wolak-waliking jaman, anak saya yang kelas 3 SD, nyebut Pancasila wae grotal-gratul.
akhirnya nyampe di nomor 3 mas..
BalasHapushttp://valentinofebrian.blogspot.com/2013/06/cara-membuatmengubah-idm-trial-menjadi.html
kereeenn
Hapusmasih kalah sama mas Agus Setya ya mas Valentino Febrian ... he he
Hapusya sudah tak hibahkan ke mas valentino saja,,saya tak cangkruk bawah pohon mangga sambil makan telo goreng
Hapustak temani sambil ngopi2 mas Agus .. he he
Hapuskepala sekolah anak saya tu sering minta masukan ke para orang tua murid, termasuk saya. kemitraan yang kecil2an begitu juga lumayan loh Mas
BalasHapusBetul, memang harus ada komunikasi yang intensif orang tua dengan pihak sekolah. Di SD Muhammadiyah Suronatan tempat anak saya yang kecil juga ada pengajian sebulan sekali, dan setelah itu orang tua dikumpulkan di masing-masing kelas untuk diberikan pengarahan oleh guru. Orang tua yang anaknya bermasalah diminta untuk menghadap guru secara khusus.
Hapusbagus sekali mas, kalau ada komunikasi dua arah apalagi orang tuanya care banget pada dunia pendidikan, klop deh tumbu pethuk tutup...
Hapusmas zach dan mas isnaeni ini pancen wong top kok..
saya tak nutupi kresek muka saya dulu, hehe
Semua juga tergantung leadership di sekolah mas. Kebetulan kepala sekolah di SD anak saya pintar memotivasi orang tua untuk care terhadap pendidikan anaknya. Bahkan untuk siswa kelas 6 pada semester 2, guru dan kepala sekolah mengunjungi rumah setiap siswa untuk memantau belajar anak secara periodik. Orang tua juga diberi pembekalan bagaimana mempersiapkan siswa untuk UN. Kalau di sekolah lain saya gak tahu. Kalau nanti dibolehkan kepala sekolah, saya pengin posting mengenai sekolah anak saya tersebut.
Hapus